Senin, 09 Juni 2008

Tanpa hati dengan Sepi.

Bertanya aku dikesepianku

Menanti matahari terbit dari ufuk timur

Memancarkan semburat sinar ... surga?

Membangunkan lamunan mimpi indah

Yang masih menempel dalam liur sanubari ku

Menyudahi kegembiraan semu yang masih tetap sedih

Menyambar dan membangunkanku dengan percikan galau sinar mentari...

Meski terang telah datang,

Bersama segumpal nadiku yang masih gelap

Aku berusaha bangkit...

Bangkit ... bangkit ... dan akhirnya terjerembab oleh kakiku yang lumpuh!

Tanganku menggapai ranting kehidupan disebelahku

Ranting yang dulu kokoh, kuat dan penuh dengan daun-daun segar

Menimbun berjuta-juta embun murni suci

Kini ...

Ranting disebelahkupun mulai rapuh ...

Hilang dan terkapar lumpuh.

Embun suci murnipun menjadi coklat kehitaman

Berbau busuk menyengat hidungku yang tertebas wangi kemboja

Dimana kehidupan ranting disebelahku?

Tak ada jawaban, hanya diam dan bisu

Ranting disebelahku tuna segalanya ...!

Masih dipagi yang terang menyinari gelap pagi

Aku merangkak dengan ranting tanpa kehidupan disebelahku

Merangkak menuju lembah sunyi penuh jiwa di seberang sana?

Lembah jiwa manusia-manusia yang iba akan dirinya sendiri

Iba akan kehidupannya sendiri

Iba akan keibaanya sendiri.

Sepi ku masih disini dengan jiwa manusia yang penuh dengan keibaan

Masih dalam sepi ...

Aku berusaha untuk teriak!

Teriak hingga urat nadiku terlepas

Teriak hingga putus urat suaraku

Tapi dunia tetap sepi.

Sepi ... dan sepi.

Dimana mereka?

Ranting dengan kehidupannya?

Jiwa-jiwa manusia dengan keibaannya?

Dan urat nadiku yang putus hilang dimana?

Sepi ...

Hanya dengan hati kelam tanpa api!

Aku meratapi.

Tidak ada komentar: