Bertanya aku dikesepianku
Menanti matahari terbit dari ufuk timur
Memancarkan semburat sinar ... surga?
Membangunkan lamunan mimpi indah
Yang masih menempel dalam liur sanubari ku
Menyudahi kegembiraan semu yang masih tetap sedih
Menyambar dan membangunkanku dengan percikan galau sinar mentari...
Meski terang telah datang,
Bersama segumpal nadiku yang masih gelap
Aku berusaha bangkit...
Bangkit ... bangkit ... dan akhirnya terjerembab oleh kakiku yang lumpuh!
Tanganku menggapai ranting kehidupan disebelahku
Ranting yang dulu kokoh, kuat dan penuh dengan daun-daun segar
Menimbun berjuta-juta embun murni suci
Kini ...
Ranting disebelahkupun mulai rapuh ...
Hilang dan terkapar lumpuh.
Embun suci murnipun menjadi coklat kehitaman
Berbau busuk menyengat hidungku yang tertebas wangi kemboja
Dimana kehidupan ranting disebelahku?
Tak ada jawaban, hanya diam dan bisu
Ranting disebelahku tuna segalanya ...!
Masih dipagi yang terang menyinari gelap pagi
Aku merangkak dengan ranting tanpa kehidupan disebelahku
Merangkak menuju lembah sunyi penuh jiwa di seberang
Lembah jiwa manusia-manusia yang iba akan dirinya sendiri
Iba akan kehidupannya sendiri
Iba akan keibaanya sendiri.
Sepi ku masih disini dengan jiwa manusia yang penuh dengan keibaan
Masih dalam sepi ...
Aku berusaha untuk teriak!
Teriak hingga urat nadiku terlepas
Teriak hingga putus urat suaraku
Tapi dunia tetap sepi.
Sepi ... dan sepi.
Dimana mereka?
Ranting dengan kehidupannya?
Jiwa-jiwa manusia dengan keibaannya?
Dan urat nadiku yang putus hilang dimana?
Sepi ...
Hanya dengan hati kelam tanpa api!
Aku meratapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar